REKONSTRUKSI PENDIDIKAN ISLAM DI ERA MODERN
Oleh Tabrani ZA
Pendidikan Islam adalah sebuah sarana atau pun furshoh untuk
menyiapkan masyarakat muslim yang benar-benar mengerti tentang Islam. Di sini
para pendidik muslim mempunyai satu kewajiban dan tanggung jawab untuk
menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya, baik melalui
pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan
yang lain.
Pendidikan
Islam adalah sebuah sarana atau pun furshoh untuk menyiapkan masyarakat muslim
yang benar-benar mengerti tentang Islam. Di sini para pendidik muslim mempunyai
satu kewajiban dan tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya
kepada anak didiknya, baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan yang lain. Pendidikan Islam lebih
mengedepankan nilai-nilai keislaman dan tertuju pada terbentuknya manusia yang
ber-akhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada Allah semata. Sedangkan
pendidikan selain Islam, tidak terlalu memprioritaskan pada unsur-unsur dan
nilai-nilai keislaman, yang menjadi prioritas hanyalah pemenuhan kebutuhan
indrawi semata.
Indonesia adalah sebuah negara besar yang memiliki
penduduk ratusan juta jiwa. Indonesia juga adalah negara yang mayoritas
penduduknya memeluk agama Islam. Menurut sebuah perhitungan manusia Muslim
Indonesia adalah jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Jika dibanding
dengan negara-negara Muslim lainnya, maka penduduk Muslim Indonesia dari segi
jumlah tidak ada yang menandinginya. Jumlah yang besar tersebut sebenarnya
merupakan sumber daya manusia dan kekuatan yang sangat besar, bila mampu
dioptimalkan peran dan kualitasnya. Jumlah yang sangat besar tersebut juga
mampu menjadi kekuatan sumber ekonomi yang luar biasa. Jumlah yang besar di
atas juga akan menjadi kekuatan politik yang cukup signifikan dalam
percaturan nasional.
Namun realitas membuktikan lain, jumlah manusia
Muslim yang besar tersebut ternyata tidak memiliki kekuatan sebagaimana
seharusnya yang dimiliki. Jumlah yang sangat besar di atas belum didukung
oleh kualitas dan kekompakan serta loyalitas manusia Muslim terhadap sesama,
agama, dan para fakir miskin yang sebagian besar (untuk tidak mengatakan
semuanya) adalah kaum Muslimin juga. Kualitas manusia Muslim belum teroptimalkan
secara individual apalagi secara massal. Kualitas manusia Muslim Indonesia
masih berada di tingkat menengah ke bawah. Memang ada satu atau dua orang
yang menonjol, hanya saja kemenonjolan tersebut tidak mampu menjadi lokomotif
bagi rangkaian gerbong manusia Muslim lainnya. Apalagi bila berbicara tentang
kekompakan dan loyalitas terhadap agama, sesama, dan kaum fakir miskin.
Sebagian besar dari manusia Muslim yang ada masih berkutat untuk memperkaya
diri, kelompok, dan pengurus partainya sendiri. Ini terbukti dengan banyaknya
para koruptor yang berkeliaran di Indoneisa. Masih sangat sedikit manusia
Muslim Indonesia yang berani secara praktis-bukan hanya orasi
belaka-memberikan bantuan dan pemberdayaan secara tulus ikhlas kepada sesama
umat Islam, khususnya para kaum fakir miskin.
Paradoksal fenomena di atas, yakni jumlah manusia
Muslim Indonesia yang sangat besar akan tetapi tidak memiliki kekuatan
ideologi, kekuatan politik, kekuatan ekonomi, kekuatan budaya, dan kekuatan
gerakan adalah secara tidak langsung merupakan dari hasil pola pendidikan
Islam selama ini. Pola dan model pendidikan Islam yang dikembangkan selama
ini masih berkutat pada pemberian materi yang tidak aplikatif dan praktis.
Bahkan sebagian besar model dan proses pendidikannya terkesan “asal-asalan”
atau tidak professional. Selain itu, pendidikan Islam di Indonesia negara
tercinta mulai tereduksi oleh nilai-nilai negatif gerakan dan proyek
modernisasi yang kadang-kadang atau secara nyata bertentangan dengan ajaran
Islam itu sendiri.
Tulisan ini mencoba untuk memberikan gambaran secara global tentang pendidikan Islam Indonesia saat ini sebagai landasan awal untuk meneropong moralitas bangsa di masa depan. Moralitas masa depan bangsa menjadi sangat penting untuk diteropong, karena didasarkan pada asumsi awal sebagian pakar yang berpendapat bahwa salah satu faktor penyebab atau “biang keladi” terjadi dan berlangsungnya krisis multidimensional negara Indonesia adalah masalah moralitas bangsa yang sangat “amburadul” dan tidak “karu-karuan”.
Seiring perjalanan sejarah, pendidikan Islam dari
tahun ke tahun semakin mengalami perkembangan. Apalagi setelah muncul dua
organisasi besar Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU). Kedua organisasi ini
bergerak dalam bidang dakwah melalui pendidikan, ada yang dengan sistem
klasik dan ada yang modern.
Walaupun jalan yang ditempuh oleh kedua organisasi
ini dalam mengembangkan pendidikan Islam berbeda, akan tetapi tetap tujuan
utamanya sama, yaitu sama-sama ingin menjadikan Islam tetap berkembang di
Indonesia melalui cara-cara yang menurut masing-masing biasa dilakukan.
Sekarang kita melihat kondisi pendidikan Islam di era modern ini, apakah
metode atau jalan yang ditempuh oleh Muhammadiyah dan NU, yang dulunya
berbeda tersebut sekarang bisa mengarah pada persatuan dan menimbulkan
kesadaran pada masing-masing pihak?
Kita lihat sekarang Muhammadiyah yang pada mulanya
tidak terlalu berkecimpung dalam dunia Dayah/Pesantren dalam mengembangkan
pendidikan Islam, akan tetapi sekarang sudah mulai memperhatikannya bahkan
sudah banyak pesantren-pesantren yang didirikan Muahammadiyah. Kesadaran ini
muncul setelah nampak di tengah-tengah Muhammadiyah apa yang dinamakan dengan
“krisis ulama”. Adapun NU yang pada mulanya banyak mencurahkan perhatiannya
terhadap dunia Dayah/Pesantren dalam mengembangkan pendidikan Islam, sekarang
sudah mulai sadar akan pentingnya dunia sekolah yang cenderung modern dan
mengikuti perkembangan zaman, apalagi di era yang teknologinya serba canggih.
Realitas saat ini, keterpurukan dan keterbelakangan pendidikan nasional saat
ini tentu mempunyai dampak yang signifikan terhadap pendidikan Islam.
Walaupun pada dasarnya secara historis saat ini pendidikan Islam mengalami
perubahan-perubahan dan perkembangan yang signifikan juga dibanding dengan
kondisi pendidikan Islam sebelumnya yang berlaku di Indonesia.
Praktek pendidikan Islam selama ini masih memelihara
budaya lama yang tidak banyak melakukan pemikiran kreatif, inovatif dan
kritis terhadap isu-isu aktual, model pembelajaran yang masih menekankan pada
pendekatan intelektualisme verbalistik dan mengenyampingkan urgensi
interactive education and communication antara guru dan murid, orientasi
pendidikan Islam lebih menitikberatkan pada pembentukan insan sebagai abdun
(hamba) bukan pada fitrahnya sebagai khalifah di bumi.
Melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin pesat, Maka pendidikan Islam dituntut untuk bergerak dan
mengadakan inovasi-inovasi dalam pendidikan. Mulai dari paradigma, sistem
pendidikan dan metode yang digunakan. Ini dimaksudkan agar perkembangan
pendidikan Islam tidak tersendat-sendat. Sebab kalau pendidikan Islam masih
berpegang kepada tradisi lama yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan IPTEK, maka pendidikan Islam akan buntu.
Adapun menurut hemat penulis agar pendidikan Islam
terus berkembang dan selalu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, Maka perlu adanya integrasi antara pendidikan Islam Tradisional
(dayah/pesantren) yang sepanjang sejarahnya dikembangkan oleh NU dan pendidikan
Islam modern yang dikembangkan oleh Muhammadiyah. Pendidikan dayah/pesantren
diharapkan untuk tetap dapat menjaga originalitas ulama. Sedangkan pendidikan
Islam modern diharapkan dapat menyesuaikan dengan perkembangan IPTEK. Dalam
kaedah usul dikatakan “al-muhafadhah ‘alal qadimis saleh wal akhdu biljadidil
ashlah (menjaga tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih
baik)”.
Selain itu juga perlu adanya rekonstruksi metode
atau model pembelajaran yang digunakan di dalam pendidikan Islam. Ini
diharapkan dapat mengikuti tuntutan anak modern yang selalu kritis dan lebih
berpikiran maju dari anak zaman dahulu yang cenderung manut dan tunduk
terhadap apa yang disampaikan guru. Pendidikan Islam ke depan harus lebih
memprioritaskan kepada ilmu terapan yang sifatnya aplikatif, bukan saja dalam
ilmu-ilmu agama akan tetapi juga dalam bidang teknologi. Bila dianalisis
lebih jeli selama ini, khususnya sistem pendidikan Islam seakan-akan
terkotak-kotak antara urusan duniawi dengan urusan ukhrowi, ada pemisahan
antara keduanya. Sehingga dari paradigma yang salah itu, menyebabkan umat
Islam belum mau ikut andil atau berpartisipasi banyak dalam agenda-agenda
yang tidak ada hubungannya dengan agama, begitu juga sebaliknya. Agama
mengasumsikan atau melihat suatu persoalan dari segi normatif (bagaimana
seharusnya), sedangkan sains meneropongnya dari segi objektifnya (bagaimana
adanya). Sebagai permisalan tentang sains, sering kali umat Islam Phobia dan
merasa sains bukan urusan agama begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini ada
pemisahan antara urusan agama yang berorientasi akhirat dengan sains yang
dianggap hanya berorientasi dunia saja.
Islam bukanlah agama sekuler yang memisahkan urusan
agama dan dunia. Dalam Islam, agama mendasari aktivitas dunia, dan aktivitas
dunia dapat menopang pelaksanaan ajaran agama. Islam bukan hanya sekedar
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan sebagaimana yang terdapat pada agama
lain, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia dan manusia
dengan dunia. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul. Islam pada
hakikatnya, membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengatur satu segi, tetapi
mengenai berbagai segi kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang
mengambil berbagai aspek itu ialah Al-Qur`an dan al-Sunnah.
Saat ini bangsa Eropa dan Amerika sedang berada pada
posisi atas, mereka memegang peran yang signifikan dalam penguasaan seluruh
tataran kehidupan di dunia. Hal ini sesuai dengan Sunatullah yang menyebutkan
bahwa, akan ada pergiliran kekuasaan di antara manusia dan ini adalah sebuah
kepastian. “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, kami pergilirkan di
antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) …” Namun pergiliran ini
terjadi, selain atas izin Allah, juga bergulir sesuai dengan sunatullah yang
lain yaitu usaha keras bangsa Eropa dan Amerika dalam penguasaan berbagai
macam disiplin ilmu. Salah satunya adalah sains.
Oleh karena itu, umat Islam harus mengusahakan agar
roda itu terus berputar hingga suatu saat nanti giliran umat Islam berada
pada posisi di atas dengan cara memadukan Islam dan sains melalui sistem
pendidikan. Sehingga Umat Islam dapat menggenggam dunia dengan sistem yang
lebih baik dari sekarang. Dan perlu di ingat, bahwa Allah tidak akan mengubah
keadaan suatu kaum, kecuai kaum itu yang merubah keadaannya sendiri.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar